Udah
lama gue nggak lihat pentas teater. Setelah sekian lama, minggu kemarin gue
bisa lihat pertunjukan teater lagi. Sebuah pertunjukan yang diselenggarakan
oleh UKM teater fakultas gue yang namanya teater lingkar. Dalam pentas ini
mereka menampilkan sebuah pertunjukan yang judulnya “Jangan Dilarang”. Dari
judulnya aja udah menimbulkan banyak pertanyaan ya, kok judulnya jangan
dilarang pasti ceritanya tentang demo-demo gitu. Pertama kali gue tahu kalau
judulnya jangan dilarang, itulah yang ada dalam pikiran gue.
Di
jadwal, pentas sebenarnya dimulai pada jam setengah enam sore. Tapi entah
karena alasan apa, pertunjukan molor sekitar 30 menit jadinya baru dimulai
sekitar jam tujuh. Pertunjukan dimulai oleh seorang narator yang berbicara
panjang kali lebar sama dengan luas yang entah apa yang dia omongin gue nggak
tahu. Setelah ngomong panjang kali lebar, eh ternyata semua yang diomongin
nggak ada gunanya karena nggak ada hubungannya sama sekali sama pertunjukan
(udah dengerin lama eh ternyata cuma omong kosong, kan kesel!).
Setelah
narator omong kosong tadi pertunjukan sebenarnya dimulai. Dengan backsound dan
lighting yang digunakan dalam pertunjukan tersebut, penonton menjadi semakin
tertarik melihat setiap tingkah konyol para pemain. Pertunjukan kali ini
berlatar kehidupan purba kala, sehingga mereka tidak menggunakan dialog seperti
orang ngomong biasa. Beberapa kali penonton menebak-nebak apa yang dibicarakan
oleh para pemain. Ada sebagian penonton yang nggak ngerti apa yang diceritakan
dan apa yang diomongin dalam cerita tersebut, tapi mereka ketawa-ketawa melihat
tingkah gila para pemain.
Walaupun
banyak unsur sara dalam pertunjukan tersebut, hal ini malah menjadi poin
menarik bagi sebagian penonton yang melihat. Bahkan sebagai klimaknya mereka
hanya menggunakan dialog Janc*k yang sebenarnya adalah kata kotor. Tapi kata
janc*k dalam teater tersebut tidak diartikan sebagai kata kotor, namun kata
yang digunakan untuk berbicara sehari-hari. Selain penggunaan kata Janc*k,
banyak juga adegan yang agak vulgar berkonotasi sara. Tapi nggak apa-apa lah
yang lihat juga semuanya udah 17+ jadi masih lazim kalau menurut gue.
Dari
keseluruhan cerita yang dikemas dengan begitu apik, hampir seluruh penonton
menikmati pertunjukan tersebut. Hanya beberapa kali penonton merasa jijik pada
beberapa adegan yang menurut gue lucu sih :D. Pertunjukan berjalan sekitar satu
jam setengah, dari jam tujuh malam sampai jam setengah sembilan. Setelah
pertunjukan selesai sebenernya masih ada acara sarasehan, tapi gue langsung pulang berhubung perut udah
meronta-ronta minta di isi. Kalau dari kesimpulan gue, pesan yang disampaikan
dalam pertunjukan tersebut adalah “jangan
larang kami untuk berbicara, hal yang salah menurut mu belum tentu salah
menurut kami begitu pula sebaliknya”.
Gara-gara
lihat pementasan itu gue jadi kepengen gabung sama mereka, gue jadi kangen
waktu dulu jadi sutradara di teater sekolah waktu tampil di perpisahan kakak
kelas. Waktu itu pengalaman gue di teater masih sangat minim tapi gue mencoba
sebisa mungkin sama temen gue yang namanya hafid, pada kesempatan terakhir jadi
panitia perpisahan harus ada hal yang spesial dan terfikirkanlah untuk
menggabungkan beberapa ekstrakurikuler dan menampilkan sebuah pertunjukan. Ide
awal gue sama hafid adalah merekrut anggota ekstra pramuka, pecinta alam, PMR,
dan paskibra yang merupakan ekstrakurikuler lapangan untuk menampilkan drama. Gue
merekrut anak dari ekstra lapangan karena mereka bisa dibilang jarang atau
malah hampir nggak pernah tampil dalam pentas seni semacam ini. Akhirnya gue
sama hafid dapat sekitar 4 personil dari masing-masing ekstra.
Latihan
untuk pertunjukan ini berlangsung kira-kira membutuhkan waktu sekitar dua
minggu lebih, karena hampir semua personil belum pernah main drama. Karena tema
perpisahannya adalah “Jawa Timur Amandemen”, jadi gue sama hafid berencana
menampilkan sebuah drama khas jawa timur dan akhirnya kami memutuskan untuk
menampilkan Ludruk Sarip Tambak Yoso. Dalam ludruk, sebelum drama dimulai
sebenarnya ada seorang penari remo sebagai pembuka, karena nggak ada yang bisa
nari remo akhir nya diganti dengan tari jatilan dan klono sewandono tarian khas
kabupaten ponorogo. Daripada cari orang yang nggak berpengalaman, akhirnya gue
merekrut anggota ekstra tari untuk bergabung dalam pertunjukan ini.
Setelah
latihan berhari-hari, tibalah di gladi bersih H-1 acara perpisahan. Panggung
yang sangat luas sudah berdiri dengan megahnya di lapangan sekolah yang biasanya
dibuat upacara. Pelepasan kali ini memang terlihat sangat istimewa, bisa
dilihat dari luasnya panggung, dekorasi panggung yang juga tak kalah menarik,
selain itu panitia juga menyulap lapangan yang harusnya area terbuka menjadi
seperti dalam sebuah gedung karena tertutup oleh tenda-tenda yang biasanya
dibuat pernikahan. Di gladi bersih ini, gue ada ide yang gila dan hampir nggak
mungkin dilakukan. Dengan waktu yang sangat mepet gue minta ekstra karawitan
untuk bergabung dalam pertunjukan dan menjadi backsound dalam drama. Latihan
untuk memadukan drama dengan karawitan hanya berlangsung kira-kira dua jam
karena gladi bersih dilakukan malam hari, dan mereka pun harus berlatih untuk
pertunjukan mereka sendiri.
Setelah
gladi bersih malam kemarin, tiba waktunya acara pensi acara perpisahan. Gue
yang menjabat sebagai penanggung jawab acara waktu itu sangat grogi sekaligus
takut, karena untuk pertama kalinya perpisahan diadakan semegah ini. Akhirnya
giliran pertunjukan ludruk sarip tambak yoso. Atraksi-atraksi yang
dipertontonkan oleh anggota ekstra tari cukup untuk menarik perhatian penonton,
nggak salah gue merekrut mereka untuk bergabung. Setelah itu dilanjutkan
sedikit tembang terus drama. Gue puas banget melihat pertunjukan ini. Walaupun
gue nggak ikut main, tapi gue merasa puas karena udah bisa terlibat dalam
pertunjukan yang menurut gue lumayan berhasil.


Itu nonton theater emang nggak dapat makan malam gitu??? *ngarep gratisan.
BalasHapusSaya belum pernah ikut terlibat masalah theater...
kayaknya sih dapet kalo mau ikut sarasehan (sebenernya ngarep juga :)
Hapuscoba deh ikut seru lo