Minggu, 14 Juni 2015

大切なこと (Hal yang paling penting)


Berkali-kali gue bilang ini,” tiap kali gue denger cerita sedih mengenai ayah pasti selalu ada air mata yang menetes”. Bahkan hanya dengan liat video di atas, gue udah bisa meneteskan air mata. Mungkin kalian boleh bilang gue melankolis lah, cengeng lah, it’s okay dan gue mengakuinya. Dari kecil walaupun gue lebih sering ketemu sama mamak ( panggilan buat ibu ), tapi jujur gue lebih deket sama bapak. Gue sering bertukar cerita dengan beliau, entah cerita gue waktu di sekolah ataupun cerita beliau saat melalui masa susahnya.

Dalam satu keluarga mengkin gue ini bisa disebut penghubung bagi semuanya. Saat bapak bertengkar sama mamak, mungkin pertengkaran mereka nggak kayak keluarga lain yang harus marah-marah, teriak-teriak sampek tetangga denger, hanya dengan melihat mereka berdua saling diam tidak bertegur sapa, kami para anaknya sudah tahu kalau mereka bertengkar. Tiap kali mereka bertengkar sering kali gue lah yang jadi tempat curhat mereka, karena mungkin cuma gue yang dikira paling dekat dengan keduanya.

Keluarga gue adalah keluarga yang gengsi nya cukup tinggi, kami nggak pernah mengumbar kata-kata sayang cinta kepada keluarga, tapi kami mengekspresikan rasa sayang kami pada keluarga langsung dengan perbuatan nggak hanya dengan kata-kata. Waktu kecil gue tinggal sama ibu, bapak dan 2 kakak gue. Gue punya 3 kakak dan semuanya cewek, mungkin sebab itulah bisa dibilang gue anak yang paling dimanja karena anak terakhir dan satu-satunya anak cowok. Waktu SD gue harus rela jauh dengan bapak karena suatu hal, “masih tinggal serumah aja susah ketemu apalagi jauh dari rumah” pikir gue waktu itu.

Dari kecil gue adalah anak yang nggak betah dirumah, tiap hari gue selalu main kesana-kemari, bahkan waktu disuruh tidur siangpun gue kabur lewat jendela dan baru pulang saat mendengar hitungan dari mamak waktu nyuruh pulang. Hal yang paling gue inget dari mamak adalah, gara-gara tiap kali disuruh gue selalu ogah-ogahan dengan melontarkan kata “ntar dulu”, atau “bentar masih nanggung kurang dikit lagi”, mungkin gara-gara jengkel mamak pasti menghitung dari 1-3 kalau dalam hitungan 3 gue nggak berangkat pasti ada hal buruk yang akan menimpa gue, entah itu disiram air, dicubit dan lain-lain.

Waktu SMK gue berubah drastis, dari anak yang sukanya main jadi anak rumahan. Walaupun dibilang anak rumahan tapi gue jarang dirumah, karena kesibukan gue di sekolah. Sekolah bisa dibilang rumah pertama gue, karena hampir tiap hari gue kesekolah nggak peduli libur sekalipun, bahkan sering juga gue tidur di sekolah. Jadi kalau lagi nggak ada acara disekolah gue lebih memilih untuk istirahat di rumah. Mulai gue SMK keadaan rumah gue bisa dibilang sunyi, gue jarang pulang ke rumah, kakak gue yang kedua karena sudah menikah dia juga jarang kerumah, cuma tinggal mamak sendirian. Gue kadang merasa kasihan sama mamak, tapi tiap kali gue di rumah kadang gue selalu diajak adu mulut dengan beliau, mungkin maksud beliau pingin diperhatiin waktu gue dirumah, tapi gara-gara capek gue seringnya cuma tidur, ngerjain tugas, atau nonton film di laptop.

Gue bersyukur masih punya orang tua lengkap, ada bapak sama mamak, walaupun kita sekarang jarang ketemu karena semuanya jauh, tapi tak jarang mereka telfon hanya untuk sekedar tanya kabar, udah makan apa belum, udah sholat apa belum, kegiatan kuliahnya gimana, apa betah di kosan, dan pertanyaan-pertanyaan sederhana lainnya. Gue bersyukur punya bapak yang mau kerja keras berangkat pagi pulang malem demi membiayai kuliah gue. Gue juga bersyukur punya ibu yang cerewet selalu marah-marah kalau gue nggak sholat, kalau gue jarang makan sayur, karena itu semua demi kebaikan gue. Mereka punya cara sendiri-sendiri untuk mengekspresikan rasa sayang mereka, bapak gue yang kalem dan jarang atau hampir nggak pernah marah sama gue, dan mamak yang selalu marah tiap kali gue salah tapi selau muji dan kasih perhatian waktu gue dapet nilai bagus atau juara dalam perlombaan.

2 komentar:

Tulisan Populer

Pelancong

Followers

Diberdayakan oleh Blogger.