Berkali-kali gue bilang ini,” tiap kali gue denger cerita
sedih mengenai ayah pasti selalu ada air mata yang menetes”. Bahkan hanya
dengan liat video di atas, gue udah bisa meneteskan air mata. Mungkin kalian
boleh bilang gue melankolis lah, cengeng lah, it’s okay dan gue mengakuinya. Dari kecil walaupun gue lebih sering
ketemu sama mamak ( panggilan buat ibu ), tapi jujur gue lebih deket sama
bapak. Gue sering bertukar cerita dengan beliau, entah cerita gue waktu di
sekolah ataupun cerita beliau saat melalui masa susahnya.
Dalam satu keluarga mengkin gue ini bisa disebut penghubung
bagi semuanya. Saat bapak bertengkar sama mamak, mungkin pertengkaran mereka
nggak kayak keluarga lain yang harus marah-marah, teriak-teriak sampek tetangga
denger, hanya dengan melihat mereka berdua saling diam tidak bertegur sapa,
kami para anaknya sudah tahu kalau mereka bertengkar. Tiap kali mereka
bertengkar sering kali gue lah yang jadi tempat curhat mereka, karena mungkin cuma
gue yang dikira paling dekat dengan keduanya.
Keluarga gue adalah keluarga yang gengsi nya cukup tinggi,
kami nggak pernah mengumbar kata-kata sayang cinta kepada keluarga, tapi kami
mengekspresikan rasa sayang kami pada keluarga langsung dengan perbuatan nggak
hanya dengan kata-kata. Waktu kecil gue tinggal sama ibu, bapak dan 2 kakak
gue. Gue punya 3 kakak dan semuanya cewek, mungkin sebab itulah bisa dibilang
gue anak yang paling dimanja karena anak terakhir dan satu-satunya anak cowok. Waktu
SD gue harus rela jauh dengan bapak karena suatu hal, “masih tinggal serumah
aja susah ketemu apalagi jauh dari rumah” pikir gue waktu itu.
Dari kecil gue adalah anak yang nggak betah dirumah, tiap
hari gue selalu main kesana-kemari, bahkan waktu disuruh tidur siangpun gue
kabur lewat jendela dan baru pulang saat mendengar hitungan dari mamak waktu
nyuruh pulang. Hal yang paling gue inget dari mamak adalah, gara-gara tiap kali
disuruh gue selalu ogah-ogahan dengan melontarkan kata “ntar dulu”, atau “bentar
masih nanggung kurang dikit lagi”, mungkin gara-gara jengkel mamak pasti
menghitung dari 1-3 kalau dalam hitungan 3 gue nggak berangkat pasti ada hal
buruk yang akan menimpa gue, entah itu disiram air, dicubit dan lain-lain.
Waktu SMK gue berubah drastis, dari anak yang sukanya main
jadi anak rumahan. Walaupun dibilang anak rumahan tapi gue jarang dirumah,
karena kesibukan gue di sekolah. Sekolah bisa dibilang rumah pertama gue,
karena hampir tiap hari gue kesekolah nggak peduli libur sekalipun, bahkan
sering juga gue tidur di sekolah. Jadi kalau lagi nggak ada acara disekolah gue
lebih memilih untuk istirahat di rumah. Mulai gue SMK keadaan rumah gue bisa
dibilang sunyi, gue jarang pulang ke rumah, kakak gue yang kedua karena sudah
menikah dia juga jarang kerumah, cuma tinggal mamak sendirian. Gue kadang
merasa kasihan sama mamak, tapi tiap kali gue di rumah kadang gue selalu diajak
adu mulut dengan beliau, mungkin maksud beliau pingin diperhatiin waktu gue
dirumah, tapi gara-gara capek gue seringnya cuma tidur, ngerjain tugas, atau
nonton film di laptop.
Gue bersyukur masih punya orang tua lengkap, ada bapak sama
mamak, walaupun kita sekarang jarang ketemu karena semuanya jauh, tapi tak
jarang mereka telfon hanya untuk sekedar tanya kabar, udah makan apa belum,
udah sholat apa belum, kegiatan kuliahnya gimana, apa betah di kosan, dan
pertanyaan-pertanyaan sederhana lainnya. Gue bersyukur punya bapak yang mau
kerja keras berangkat pagi pulang malem demi membiayai kuliah gue. Gue juga
bersyukur punya ibu yang cerewet selalu marah-marah kalau gue nggak sholat,
kalau gue jarang makan sayur, karena itu semua demi kebaikan gue. Mereka punya
cara sendiri-sendiri untuk mengekspresikan rasa sayang mereka, bapak gue yang
kalem dan jarang atau hampir nggak pernah marah sama gue, dan mamak yang selalu
marah tiap kali gue salah tapi selau muji dan kasih perhatian waktu gue dapet
nilai bagus atau juara dalam perlombaan.
Oh man.. I could cry too... hehe well I like this post.. :D
BalasHapusThanks :)
Hapus