Minggu, 21 Juni 2015

A moment to remember

“assalamualaikum”
Terdengar seseorang mengucapkan salam dari balik pintu rumahku yang selalu tertutup tak peduli pagi maupun malam. Mamak membuka pintu, “mam bolomu” teriaknya setelah membuka pintu. Ternyata Yuliyan atau biasanya dipanggil Yayang, kakak kelasku di SMP dan rekan di Ekstrakurikuler Karawitan. “Digolek i Pak Bambang, kongkon ndek sekolahan awakmu” katanya. Aku bingung, kenapa tiba-tiba Pak Bambang, guru pembimbing di ekstrakurikuler karawitan mencariku.
Memang sudah lumayan lama aku tidak latihan sejak terakhir kali tampil karawitan.

Aku langsung bersiap-siap, dengan baju seadanya yaitu kaos oblong, celana pendek dan tak lupa sandal jepit aku berangkat untuk menemui Pak Bambang di sekolah dengan mengendarai sepedaku. Sesampainya di sekolah dengan keadaan masih bingung aku langsung disuruh duduk dibelakang alat musik Gendang dan disuruh untuk memainkannya. Ekstrakurikuler karawitan SMP ku memang lumayan terkenal, terbukti selama 3 tahun berturut-turut karawitan sekolahku tidak pernah absen untuk mewakili kabupaten Nganjuk dalam FLS2N (Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional se Jawa Timur). Hampir seluruh anggota ekstrakurikuler karawitan bisa memainkan alat lebih dari satu. Aku yang pada awalnya cuma bisa memainkan Gong kini sudah bisa memainkan Bonang, Demung, Saron dan alat lain yang entah aku lupa apa namanya.

Setelah beberapa kali mencoba memainkan gendang, semua anggota yang saat itu hadir tampak diam sejenak. Pak Bambang tampak berfikir karena aku yang selalu gagal memainkan alat musik yang terbuat dari kayu dan kulit itu. Sejenak setelah itu aku bertukar posisi dengan salah satu kakak kelas ku yang sebelumnya memainkan alat musik gong. Setelah itu kita memulai memainkan satu buah lagu dan tidak ada hambatan seperti tadi. Satu lagu berakhir, dan akhirnya akupun diberi tahu kalau aku akan diikut sertakan dalam kelompok karawitan yang dipersiapkan untuk lomba FLS2N di Surabaya mewakili kabupaten Nganjuk. Aku sempat kaget, padahal aku tidak ikut dalam seleksi di tingkat kabupaten. Aku ikut serta untuk menggantikan pemain gendang sebelumnya yang umurnya tidak memenuhi persyaratan dan dipilih cuma gara-gara rumahku paling dekat dekat sekolah dari pada anggota lain.

Mulai hari itu, tiap hari aku dan 4 orang lain yang semuanya adalah kakak kelasku, berlatih secara intensif karena harus merubah formasi gara-gara ganti personil. Hampir tiap hari aku tidak pernah ikut pelajaran, karena latihan dimulai pada dari pagi sampek siang atau bahkan sampek sore hari. Pada hari liburpun terkadang kami juga latihan apabila Pak Bambang pembimbing kami tidak sedang ada acara. Aku sempat mengkhawatirkan nilai pelajaranku yang semakin menurun gara-gara tidak pernah mengikuti kelas, tapi aku meyakinkan diri kalau semua ini demi kebaikanku juga. Walupun kami berlatih setiap hari dari pagi sampai siang, kami tidak pernah sekalipun mengeluh, bahkan kami selalu merasa senang. Hari-hari yang kami lalui di ruang karawitan membuat kami menjadi sebuah keluarga kecil, karena setiap hari selalu bertemu.

Selama menjalani latihan banyak hal yang terjadi, mulai dari aku yang sering kali kena marah gara-gara selalu salah memukul gong gara-gara notasi yang tidak tepat, sampai yulyan kakak kelas ku yang sering kali terkena pemukul gamelan gara-gara sering tidak mendengarkan intruksi Pak Bambang. Terkena palu pemukul gamelan terasa sudah biasa bagi kami, karena sudah sering kali kena. Gara-gara suara gamelan yang keras, intruksi Pak Bambang sering tidak terdengar dan akhirnya palu pemukul pun melayang untuk memberi tahu kalau ada yang salah. Walaupun terkena palu pemukul gamelan kami tidak pernah sekalipun marah atau bahkan menyimpan rasa dendam karena memang itu kesalahan kami.

Setelah latihan keras selama beberapa bulan, akhirnya hari yang ditunggupun telah tiba. Sebelum berangkat kami diberi pengarahan dan jaket sebagai identitas perwakilan dari Kabupaten Nganjuk. Kami berada di Surabaya selama tiga hari bersama perwakilan dari cabang seni lain seperti tari, paduan suara dan lain-lain. Sebelum lomba, selama di asrama tempat kami menginap, cuma sekali kami berlatih untuk sekedar gladi kotor. Berbeda dengan kami yang hanya sekali berlatih, aku sering melihat perwakilan dari Kabupaten Blitar yang berlatih siang malam. Sehari sebelum lomba diadakan check sound sekaligus gladi resik di tempat lomba. Malam hari setelah gladi resik ada kejadian tak terduga terjadi, kakak kelasku yang bertugas memainkan gendang tiba-tiba tidak enak badan.


Karena tidak ada pemain cadangan, tidak ada pilihan lain selain memaksakan diri untuk tetap tampil. Diantara seluruh peserta lomba karawitan, perwakilan dari kabupaten Nganjuk mempunyai satu nilai lebih, yaitu dari pemain gendangnya. Kebanyakan dari kelompok karawitan, pemain gendang adalah laki-laki, tapi kelompok kami kali ini pemain gendangnya adalah wanita. Selain itu yang membuat kami kelihatan unik adalah pemain gong dengan tubuh mungil dan harus kewalahan memegang dua pemukul, yaitu aku. Lomba hari itu berjalan lancar walaupun ada sedikit kesalahan dalam penataan gamelan dan menyebabkan kami gagal memenangkan penghargaan “Penata Gamelan Terfavorit” . Meskipun begitu kami sudah merasa bersyukur karena mendapat penghargaan “Penyaji Terbaik” bersama dengan 4 kelompok lain, yang salah satunya adalah kelompok yang kami anggap sebagai rival tiap tahunnya yakni perwakilan dari Banyuwangi. Walaupun perwakilan dari Kabupaten Nganjuk tidak bisa maju untuk mewakili Jawa Timur di tingkat Nasional, aku sudah merasa puas karena ini pengalaman pertamaku mendapat penghargaan untuk tingkat Provinsi. 

0 komentar:

Posting Komentar

Tulisan Populer

Pelancong

Followers

Diberdayakan oleh Blogger.