Sabtu, 27 Juni 2015

Kenangan Merah Putih

Dwi Ariyanto, Dwi Nurokhim, Siswoyo, Ipung Apriyanto, Imam Santoso, dan gue Muhamad Imam Syahroni. Lima orang pemuda yang lulus bersama di sebuah sekolah dasar berstatus Negeri, bernama SDN Begadung 2. Sekolah dasar yang berletak di sebuah dusun kecil bernama Ngrandu Kelurahan Begadung. Kami lulus bersama pada tahun 2008 lalu, dengan jumlah siswa satu kelas 17 anak. Diantara 17 anak yang lulus, cuma ada 5 anak laki-laki yaitu yang gue sebut namanya tadi. Sebenarnya awal kelas 1 murid di kelas gue nggak segitu, seiring berjalannya waktu ada yang keluar dan ada yang masuk sehingga hanya bertahan 17 anak yang mampu mendapatkan ijazah bertuliskan kata LULUS.

Walaupun cuma dengan 5 orang anak laki-laki, angkatan gue bisa dibilang angkatan yang membanggakan (ini Cuma menurut gue). Kenapa gue bilang membanggakan, ya karena angkatan gue bisa dibilang banyak berkontribusi untuk sekolah (eciieee berkontribusi). SD gue dulu bisa dibilang bukan sebuah SD yang bagus. Di awal gue masuk sekolah, kami para kelas 1 berangkat pukul tujuh dan pulang pukul sepuluh gara-gara harus berbagi kelas dengan kelas dua karena kekurangan ruang kelas. Kejadian ini memang berlangsung sudah lama namun belum ada tanggapan dari pemerintah waktu itu.

Naik kelas dua, giliran kami yang berangkat siang, gantian dengan anak kelas 1. Namun gara-gara ada perbaikan kelas, kegiatan belajar mengajar jadi sedikit terganggu bahkan kelas gue pernah diliburkan lebih dari sebulan. Waktu itu murid di kelas gue masih sekitar 20 an. Dengan berbagai kekurangannya akhirnya gue bisa melewati kelas dua dan naik ke kelas tiga. Kelas tiga adalah suatu awal untuk kami siswa-siswi SDN Begadung 2 untuk ikut kegiatan-kegiatan di sekolah baik itu lomba, pawai pembangunan atau biasa disebut karnaval dan ekstrakurikuler pramuka. Walaupun dari segi fasilitas belum memadai, SD gue dulu bisa dibilang aktif dalam kegiatan-kegiatan yang melibatkan anak didiknya.

Di kelas tiga untuk pertama kalinya gue ikut karnaval, gue waktu itu ditunjuk jadi salah satu penari jaranan. Selain itu untuk pertama kali juga gue ikut lomba, yaitu lomba menganyam, maraton sd, gerak jalan dan lain-lain. Walaupun hampir nggak pernah mendapat piala juara, sekolah gue nggak pernah menyerah dan terus ikut lomba. Melewati kelas 3 dengan berbagai kegiatannya akhirnya gue naik kelas 4. Sejauh ini murid kelas gue sudah mulai menurun hanya tertinggal 19 anak waktu itu. Di kelas 4 angkatan gue dulu sering membantu pihak sekolah dalam masalah pembangunan, walupun cuma sekedar ngecat pagar sekolah.

Inilah yang mungkin membedakan murid di sekolah gue dengan murid di sekolah lain. Di saat jam olah raga selain kami kegiatannya olah raga, kadang kepala sekolah meminta angkatan gue untuk membantu membersihkan rumput, mengecat pagar, membersihkan kamar mandi atau membersihkan perpustakaan. Diantara seluruh angkatan waktu itu, kalau dilihat mungkin angkatan gue yang paling sering membantu sekolah. Walaupun disuruh ini dan itu, yang gue suka dari temen-temen gue mereka itu nggak pernah ngeluh sedikitpun. Layaknya seorang murid SD waktu disuruh bersih-bersih sering kali kami main-main sampai ditegur guru.

Dari kelas empat kemudian gue naik kelas 5. Hampir sama dengan kedaan di kelas 4, angkatan gue masih sering disuruh untuk bersih-bersih sekolah dan ngecat pagar. Di waktu luang kadang gue ke perpustakaan karena nggak punya uang buat jajan. Waktu jaman gue dulu, mulai kelas 3 perpustakaan sekolah mulai aktif, itupun anak-anak Sdnya yang disuruh untuk bersih-bersih supaya bukunya nggak ada yang rusak. Gue sering baca buku dongeng disana, tak jarang pula kalau belum selesai baca gue pinjem buat dibaca dirumah. Waktu itu gue masih lumayan suka baca buku, tapi buku dongeng jadi ada gambar ilustrasinya tiap gue baca.

Setelah menjalani kehidupan di kelas 5 akhirnya tiba di tahap terakhir sekolah dasar yaitu kelas 6. Walaupun sudah kelas 6, angkatan gue menganggapnya sama seperti halnya kelas-kelas sebelumnya, kami masih sering bermain waktu istirahat, mengikuti kegiatan-kegiatan dan lomba-lomba tanpa memperdulikan kalau kami akan menjalani ujian akhir nasional. Kami nggak ingin waktu terakhir kami bersama ini jadi terbuang sia-sia Cuma gara-gara fokus belajar untuk Ujian Nasional. Di penghujung akhir tahun pelajaran dan persiapan untuk Ujian Nasional bahkan gue pun nggak belajar, gue masih sering main waktu di sekolah maupun di rumah walau kadang-kadang mamak menegur untuk segera belajar.


Terbukti, setelah pengumuman hasil Ujian Nasional kami sekelas dinyatakan lulus 100% bahkan dengan nilai yang memuaskan. Waktu itu gue dapet urutan ketiga dalam peringkat danum di kelas. Dengan jumlah siswa kelas enam Cuma 17 anak kami melaksanakan ujian nasional Cuma dalam satu ruangan dan bersyukur bisa lulus semua. Setelah lulus SD kami mulai berpencar masuk ke SMP yang diinginkan masing-masing. Walaupun sudah banyak yang berpisah, nggak akan pernah terlupakan kenangan waktu memakai seragam merah putih.

0 komentar:

Posting Komentar

Tulisan Populer

Pelancong

Followers

Diberdayakan oleh Blogger.